Kemewahan Anak Pejabat Nepal: Bumi Goncang, Reformasi Dipaksa?

Kemewahan Anak Pejabat Nepal Bumi Goncang Reformasi Dipaksa

Gelombang protes besar-besaran mengguncang Nepal. Penyebabnya? “Nepo kids,” istilah yang merujuk pada anak pejabat yang pamer kemewahan, telah memicu kemarahan publik. Fenomena ini, awalnya populer di India untuk menggambarkan anak-anak selebriti di industri film, di Nepal bermakna jauh lebih negatif dan berujung pada krisis politik.

Kemarahan masyarakat terhadap gaya hidup mewah anak-anak pejabat telah mencapai puncaknya. Aksi protes meluas, bahkan sampai menyerang rumah-rumah pejabat, kantor partai, dan gedung parlemen. Puncaknya, Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli mengundurkan diri pada Selasa, 9 September 2025. Kerusuhan demonstrasi mengakibatkan lebih dari 20 orang tewas, termasuk istri mantan perdana menteri, Radhika Shakya. Mayoritas korban adalah pemuda yang turut berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa.

Lebih dari sekadar aksi unjuk rasa, protes ini mencerminkan kesenjangan ekonomi yang tajam di Nepal. Generasi muda menyaksikan anak pejabat menikmati kemewahan, sementara mereka sendiri berjuang mencari pekerjaan. Seorang mahasiswa di Kathmandu mengungkapkan kekecewaannya, “Kesenjangan ini sudah terlalu mencolok. Mereka hidup enak karena orang tuanya berkuasa.”

Di media sosial, tagar #NepoKids menjadi tren. Video-video yang menampilkan anak pejabat dengan mobil mewah dan barang-barang bermerek menuai kecaman keras. Meskipun Oli telah mengundurkan diri, demonstrasi tetap berlanjut. Aksi pembakaran ban dan penyerangan kantor partai politik terjadi di Lalitpur. Bandara internasional Kathmandu bahkan sempat ditutup sementara. Beberapa menteri, termasuk Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak dan Menteri Pertanian Ramnath Adhikari, juga mengundurkan diri. Tekanan publik semakin besar, menuntut reformasi menyeluruh di pemerintahan.

Yog Raj Lamichhane, pengamat politik Nepal, menjelaskan akar masalah ini. Ia menilai ketimpangan yang sudah berlangsung lama menjadi pemicu tuntutan reformasi besar-besaran. “Anak pejabat hidup dari keuntungan politik orang tuanya. Ini menimbulkan frustasi luar biasa di kalangan rakyat biasa,” kata Lamichhane.

Hal senada disampaikan Dipesh Karki, dosen Kathmandu University. Ia berpendapat bahwa kekuasaan di Nepal, sejak masa kerajaan hingga kini, terpusat di tangan segelintir elit. “Fenomena nepo kids hanyalah wajah baru dari praktik lama, yaitu penangkapan sumber daya oleh kelompok elit,” tegas Karki.

Pada akhirnya, fenomena “nepo kids” menjadi simbol ketidakadilan sosial di Nepal. Aksi protes yang berlangsung ini menunjukkan betapa besarnya kekecewaan masyarakat terhadap praktik nepotisme dan ketidaksetaraan yang telah berlangsung lama. Gelombang protes ini diprediksi akan terus berlanjut hingga tuntutan reformasi pemerintahan dipenuhi.

Dapatkan Berita Terupdate dari CNews.id di: