Di balik gemerlap listrik yang menerangi kota hingga pelosok desa, tersimpan bayangan kelam yang mengkhawatirkan. Catatan minimnya keterbukaan informasi dan serangkaian kasus korupsi menjadi noda yang membayangi PT PLN (Persero). Kondisi ini menyoroti tantangan serius dalam tata kelola perusahaan dan menimbulkan pertanyaan mendalam tentang transparansi serta akuntabilitas.
Korupsi yang terjadi di PLN menjadi sorotan utama. Hal ini mengindikasikan adanya praktik-praktik yang merugikan kepentingan publik. Keterbukaan data dan informasi publik menjadi kunci untuk mengungkap permasalahan.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa setidaknya ada 21 kasus korupsi yang melibatkan PLN pada periode 2000–2010-an. Sebagian besar kasus tersebut terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Temuan ini menggarisbawahi kerentanan dalam proses bisnis perusahaan.
ICW juga menyoroti kurangnya transparansi dalam proses pengadaan di PLN. Mereka mengaku kesulitan memperoleh data penting seperti pasokan batu bara, daftar pemasok, alamat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), hingga nilai kontrak proyek pembangkit. Permintaan resmi bahkan seringkali tidak mendapatkan respons yang diharapkan.
Menurut peneliti ICW, Egi Primayogha, mengungkapkan bahwa PLN tidak transparan dalam mengumumkan data pembangkit listrik.
“PLN tidak transparan dalam mengumumkan data pembangkit listrik,”
Minimnya keterbukaan ini bukan hanya soal akses informasi. Namun, hal ini juga merampas kesempatan bagi publik dan media untuk melakukan pengawasan independen. Padahal, keterbukaan kontrak, penawaran, dan identitas penyedia merupakan bagian dari prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang hingga kini masih sebatas wacana di PLN.
Kasus korupsi di PLN bahkan menyeret proyek-proyek besar seperti PLTU Riau-1. Kasus ini sempat ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan melibatkan sejumlah nama penting, termasuk mantan petinggi PLN dan politisi.
ICW juga menyinggung kuatnya cengkeraman oligarki politik dan ekonomi dalam bisnis batu bara, yang menjadi bahan bakar utama PLTU.
“Sudah menjadi rahasia umum oligarki politik dan ekonomi bersatu dalam kepentingan PLTU,”
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terhadap PLN dan menemukan sedikitnya 79 persoalan pada periode 2014–2020. Persoalan tersebut mencakup pengadaan, pasokan batu bara, hingga kontrak. Namun, ICW menilai audit tersebut masih sebatas catatan di atas kertas dan belum mengungkap praktik di lapangan.