PT Bank Central Asia Tbk (BCA) kembali menjadi sorotan publik setelah dugaan pembobolan rekening dana nasabah (RDN) senilai Rp70 miliar milik PT Panca Global Sekuritas (PGS) mencuat. Kejadian ini menimbulkan kekhawatiran dan pertanyaan besar tentang keamanan sistem perbankan digital di Indonesia.
Dugaan pembobolan tersebut terungkap pada Selasa, 9 September 2025, setelah terdeteksi aktivitas transaksi mencurigakan berupa penarikan dana berulang dalam waktu singkat dari rekening PGS. Manajemen PT Panca Global Kapital Tbk (PEGE), induk perusahaan PGS, menjelaskan bahwa dana tersebut dialihkan melalui BCA Klik Bisnis ke rekening di luar sistem PGS.
Dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), PEGE menyatakan masih menghitung potensi kerugian, namun membantah angka kerugian yang beredar luas. Pihak manajemen PEGE menyatakan, “Jumlah kerugian tidak sebesar yang beredar. Kami juga sudah melakukan tindakan pada 10 September 2025 dengan mengembalikan dana pada RDN yang terdampak.”
BCA sendiri telah memberikan pernyataan resmi melalui keterbukaan informasi BEI pada Jumat, 12 September 2025. Ketut, perwakilan BCA (nama lengkap tidak disebutkan dalam sumber), memastikan keamanan sistem mereka dan menyatakan investigasi atas dugaan kasus ini masih berlangsung. “Sehubungan dengan informasi terkait Rekening Dana Nasabah (RDN) BCA di salah satu perusahaan sekuritas, dapat kami pastikan bahwa sistem BCA aman,” ujar Ketut.
Kasus ini mengundang perhatian luas karena bukan yang pertama kali dialami BCA. Sebelumnya, pada September 2023, viral kasus nasabah BCA yang kehilangan dana Rp68,5 juta melalui mobile banking. Evita, sang nasabah, menceritakan pengalamannya di kanal YouTube Mr Bert.
Evita pertama kali menyadari hilangnya dana tersebut pada 26 September 2023 saat hendak transfer. Saldo rekeningnya tinggal Rp10 juta. Ia segera menghubungi Halo BCA untuk memblokir rekeningnya karena menduga adanya peretasan.
Laporan menunjukkan adanya transaksi QRIS berulang kali dengan nominal Rp1 juta dari tanggal 23 hingga 26 September 2023, menggunakan kode QR yang sama. Yang membuat kasus ini semakin menarik perhatian adalah kondisi Evita saat kejadian.
Evita menekankan bahwa transaksi tersebut mustahil dilakukannya karena pada saat itu ia berada di Gunung Ungaran, lokasi dengan sinyal yang tidak stabil, sehingga mustahil untuk melakukan transaksi perbankan digital. Ia menambahkan bahwa ponsel yang digunakannya hanya untuk transaksi khusus, dan tidak ada yang memiliki akses atau OTP-nya.
Kasus-kasus ini menimbulkan pertanyaan akan pentingnya peningkatan keamanan sistem perbankan digital serta perlindungan yang lebih baik bagi nasabah. Baik BCA maupun pihak berwenang perlu mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.