Bupati Karawang Bergerak Cepat: Kasus Rudapaksa Anak Rengasdengklok Jadi Sorotan Nasional

Kasus pelecehan seksual mengguncang Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Seorang siswi berusia 14 tahun di Rengasdengklok menjadi korban kejahatan yang dilakukan oleh sopir antar-jemput sekolahnya. Keluarga korban kini berjuang mencari keadilan, bahkan setelah mendapat somasi dari pihak pelaku.

Kejadian ini terungkap setelah keluarga korban, yang merasa tertekan dan kebingungan, meminta perlindungan langsung kepada Bupati Karawang, Aep Saepulloh. Mereka berharap mendapatkan bantuan dan kepastian hukum atas penderitaan yang dialami putri mereka. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak, terutama di lingkungan sekolah.

Korban, yang berinisial S, adalah seorang siswi di pesantren di wilayah Kutawaluya. Ia diduga menjadi korban pelecehan sebanyak empat kali di dalam mobil sekolah oleh sopir yang berusia 44 tahun.

Orang tua korban, bersama dengan kakak dan korban sendiri, mendatangi kantor Bupati pada Senin (29/9) lalu. Mereka didampingi oleh lurah setempat untuk menyampaikan keluh kesah dan memohon bantuan. Keluarga mengaku merasa terancam dan membutuhkan dukungan untuk menghadapi situasi sulit ini.

Bupati Aep Saepulloh mengaku terkejut saat mengetahui keluarga korban justru menerima somasi dari pihak pelaku. Somasi tersebut berisi tuduhan pemerasan, yang semakin menambah ketakutan keluarga.

“Anaknya jadi korban, tapi keluarganya malah disomasi. Mereka ketakutan, makanya kemarin memaksa ingin bertemu saya,” ujar Aep saat diwawancarai pada Selasa (30/9).

Sebelum pelecehan terjadi, korban sempat diancam oleh pelaku. Ancaman ini membuat korban merasa takut dan tidak berani melawan atau melaporkan kejadian tersebut.

Bupati Aep menegaskan komitmennya untuk menangani kasus ini secara langsung. Ia telah berkoordinasi dengan Kapolres Karawang untuk memastikan penyelidikan berjalan menyeluruh dan mendalam.

“Kami khawatir masih ada korban lain. Saya akan turun tangan langsung,” tegasnya.

Bupati juga telah mengunjungi rumah korban dan menyampaikan keprihatinan atas kondisi psikologis korban yang sangat terguncang dan takut bertemu orang lain, terutama laki-laki.

“Kalau ada yang bilang suka sama suka, lihat saja kondisi anaknya sekarang. Secara hukum juga tidak bisa, pelaku 44 tahun, korban masih anak-anak,” tambahnya.

Bupati Aep juga menyoroti kondisi ekonomi keluarga korban yang hidup dalam keterbatasan. Ayah korban bekerja sebagai pengemudi ojek, sementara ibunya menjual makanan dengan penghasilan harian yang sangat minim.

“Rumahnya sederhana, penghasilan orang tuanya pun terbatas. Sudah kena musibah, malah disomasi,” kata Aep.

Sebagai bentuk tanggung jawab, Bupati memastikan bahwa korban akan mendapatkan pendampingan penuh dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA). Pendampingan ini mencakup aspek fisik dan psikologis, bertujuan untuk membantu korban pulih dan mendapatkan keadilan.

Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat perlindungan anak di lingkungan pendidikan dan transportasi sekolah. Pemerintah daerah berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan memastikan tidak ada intimidasi terhadap keluarga korban selama proses berlangsung.

Tinggalkan komentar