Ribuan siswa penerima Program Makan Bergizi Gratis (MBG) keracunan. Insiden ini memaksa Badan Gizi Nasional (BGN) bertindak tegas dengan memperketat aturan. Langkah signifikan diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.
SOP baru mewajibkan seluruh koki di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki sertifikat resmi. Tidak hanya itu, yayasan mitra juga diwajibkan menyediakan koki pendamping di setiap dapur. Pengawasan kini lebih ketat dan melibatkan banyak pihak.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa langkah ini untuk mengoptimalkan pengawasan dan mencegah kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan. Ia menekankan pergeseran tanggung jawab pengawasan.
“Kontrol kini bukan hanya dari BGN, tetapi juga dari yayasan yang bertanggung jawab atas dapur masing-masing,” ujar Nanik.
Banyak SPPG diketahui melanggar aturan, terutama terkait waktu memasak. SOP menetapkan makanan yang sudah dimasak harus dikonsumsi maksimal enam jam. Namun, beberapa dapur memasak jauh lebih awal, meningkatkan risiko keracunan.
Masalah waktu memasak menjadi fokus perhatian BGN. Makanan yang dimasak terlalu lama sebelum dikonsumsi dapat menurunkan kualitas dan meningkatkan risiko kesehatan. Sertifikasi koki diharapkan mampu menyelesaikan masalah ini.
Dengan sertifikasi koki, diharapkan proses pengolahan makanan lebih disiplin. Koki bersertifikat memahami risiko dan diharapkan akan mematuhi SOP.
“Chef yang bersertifikat memahami risiko dan tidak akan berani melanggar SOP,” tambah Nanik.
BGN tidak segan memberikan sanksi kepada SPPG yang lalai. Sanksi yang diberikan bervariasi, mulai dari penutupan operasional hingga pencopotan kepala SPPG. Kejadian di Bandung Barat menjadi contoh nyata penerapan sanksi.
Nanik menekankan bahwa dapur yang patuh pada petunjuk teknis seharusnya terbebas dari insiden keracunan. Higienitas dapur menjadi kunci utama pencegahan keracunan makanan.
Selain memperketat SOP, BGN berkolaborasi dengan kepolisian, BIN, BPOM, dan dinas kesehatan untuk mempercepat investigasi jika terjadi KLB. Kerja sama antar lembaga diharapkan mampu menangani kasus keracunan secara lebih efektif.
Kasus di Bandung Barat menjadi contoh nyata. Dua dapur dari satu yayasan langsung ditutup untuk mencegah risiko yang lebih luas. Keselamatan siswa menjadi prioritas utama BGN.
Nanik menegaskan komitmen BGN dalam menjamin keselamatan siswa penerima MBG. Ia menekankan keseriusan BGN dalam menangani kasus ini.
“Kami serius, tidak main-main. Satu nyawa pun sangat berharga bagi BGN,” tegasnya.
Dengan kebijakan ini, BGN berharap Program MBG berjalan lebih aman, higienis, dan memberi manfaat optimal bagi seluruh penerima.