Tragedi MBG Bandung Barat: Bakteri Pembusuk Ungkap Misteri Keracunan Massal Mengerikan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan meningkatkan gizi siswa sekolah kini menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul tragedi keracunan massal di Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang mengakibatkan lebih dari seribu siswa mengalami gejala keracunan. Insiden ini memunculkan pertanyaan besar tentang standar pelaksanaan program MBG.

Berbagai temuan mengungkap masalah serius dalam rantai pengolahan dan penyimpanan makanan. Adanya bakteri pembusuk, dugaan kelalaian teknis, dan lemahnya pengawasan semakin memperkuat tuntutan masyarakat agar pemerintah segera melakukan perbaikan.

**Reaksi Gubernur Jawa Barat**

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa insiden ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Ia menekankan pentingnya evaluasi mendalam agar kasus serupa tidak terulang.

“Evaluasi, pertama, (MBG) dihentikan. Kedua, adalah langkah-langkah teknis dan administratif yang segera ditempuh,” ujar Dedi saat memberikan keterangan di Bandung pada Senin, 29 September 2025.

Dedi juga mendorong solusi struktural untuk menjamin keamanan dan keberlanjutan pelaksanaan MBG.

**Usulan Dapur Khusus di Sekolah**

Sebagai solusi, Dedi mengusulkan pembangunan dapur khusus di sekolah berkapasitas besar. Hal ini diharapkan mempermudah pengawasan dan memberi kesempatan orang tua untuk berpartisipasi.

“Itu dimungkinkan nanti pemprov dan pemda kabupaten membangun dapurnya di sekolah, sehingga bisa menggerakkan orang tua siswa untuk bersama-sama menjadi relawan pengelola MBG,” jelas Dedi.

Dedi juga menambahkan bahwa perekrutan tenaga kerja lokal untuk mengelola dapur sekolah dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan siswa dan ekonomi masyarakat sekitar.

**Polisi Turun Tangan**

Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) memastikan keterlibatannya dalam mengawasi program MBG agar berjalan sesuai aturan.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan pihaknya telah menurunkan tim khusus untuk menyelidiki insiden di KBB.

“Kepolisian membantu melalui Satgas Pengawasan, agar program MBG ini berjalan dengan baik, aman, dan tidak menimbulkan dampak negatif,” ujar Hendra di Mapolda Jabar, Bandung, pada Senin, 29 September 2025.

Hendra menambahkan bahwa pengawasan akan diperketat untuk mencegah kejadian serupa. Tragedi di KBB menjadi pelajaran berharga bahwa program yang melibatkan konsumsi massal harus sesuai standar keamanan pangan.

**Fakta Temuan Labkesda**

Hasil investigasi laboratorium dari Dinas Kesehatan Jabar (Labkesda) menemukan dua jenis bakteri pembusuk dalam sampel makanan MBG, yaitu *Salmonella* dan *Bacillus cereus*.

Kepala UPTD Labkesda, dr. Ryan Bayusantika Ristandi, menjelaskan bahwa sumber bakteri berasal dari komponen karbohidrat.

“Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk yakni *Salmonella* dan *Bacillus cereus* yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” jelas Ryan dalam pernyataan resminya di Bandung pada Minggu, 28 September 2025.

Ryan menegaskan bahwa penyimpanan makanan pada suhu ruang tanpa pengendalian suhu menjadi faktor utama munculnya bakteri. Ia menekankan pentingnya menjaga makanan pada suhu di atas 60 derajat Celsius atau di bawah 5 derajat Celsius.

**Kritik dari Badan Gizi Nasional**

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, juga mengkritik keras penyelenggaraan program MBG di KBB. Ia menilai penggunaan bahan baku yang tidak segar sulit diterima akal sehat.

“Saya juga tidak mentolerir bahan baku yang tidak segar. Karena kejadian di Bandung ini sungguh di luar nalar,” tegas Nanik di Jakarta pada Jumat, 26 September 2025.

Nanik menyoroti praktik penyimpanan 350 ekor ayam di *freezer* selama berhari-hari sebelum diolah, yang menurutnya menurunkan kualitas daging dan berisiko menimbulkan penyakit.

**Tuntutan Perbaikan dari Publik**

Tragedi keracunan massal di KBB mengungkap celah dalam pelaksanaan program MBG. Publik menuntut pemerintah daerah dan pusat untuk memperketat standar penyediaan bahan baku, penyimpanan, dan distribusi makanan.

Selain itu, aspek higienitas dan pelibatan masyarakat juga dianggap penting agar program ini bermanfaat tanpa mengorbankan keselamatan siswa. Kejadian ini juga mengingatkan pemerintah bahwa program sosial berskala besar harus dijalankan dengan sistem yang solid, transparan, dan akuntabel.

Orang tua merasa khawatir dan menuntut jaminan keamanan bagi anak-anak mereka saat mengonsumsi makanan dari program MBG.

Insiden keracunan massal di KBB menjadi pukulan bagi reputasi program Makan Bergizi Gratis. Temuan bakteri pembusuk, lemahnya pengawasan, dan dugaan kelalaian dalam rantai distribusi makanan menunjukkan perlunya perbaikan mendesak.

Meskipun Gubernur Jawa Barat telah mengusulkan langkah teknis, publik masih menunggu realisasi nyata. Di sisi lain, aparat kepolisian dan lembaga kesehatan berjanji memperketat pengawasan agar tragedi serupa tidak terulang.

Tragedi MBG KBB menjadi pelajaran penting bahwa program peningkatan gizi siswa harus mengutamakan kualitas, keamanan, dan keberlanjutan, bukan hanya kuantitas. Dengan perbaikan menyeluruh, kepercayaan publik dapat dipulihkan, dan tujuan utama program MBG dapat tercapai.

Tinggalkan komentar