Prabowo Kembali: Misi Rahasia di PBB Setelah Satu Dekade Menghilang

Presiden Prabowo Subianto akan berpidato di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 di New York, menandai kembalinya tradisi Indonesia setelah hampir satu dekade absen. Kehadirannya di forum global ini diharapkan menghidupkan kembali peran aktif Indonesia dalam percaturan internasional.

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyebut pidato Presiden Prabowo sebagai momentum penting. Menurutnya, ini merupakan kelanjutan tradisi diplomasi panjang Indonesia di PBB. Kehadiran Presiden di Sidang Umum PBB setelah hampir sepuluh tahun dinilai sangat dinantikan.

“Ini merupakan pidato Presiden Republik Indonesia yang ditunggu-tunggu setelah hampir 10 tahun tidak ada Presiden Indonesia yang hadir di sidang PBB,” ungkap Puan Maharani kepada awak media di Jakarta, Senin, 22 September 2025.

Prabowo tiba di New York pada Sabtu, 20 September 2025. Ia dijadwalkan berpidato pada Selasa, 23 September 2025, menurut pernyataan Sekretaris Kabinet (Setkab), Teddy Indra Wijaya.

“Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan pidato pada sesi Debat Umum di Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat,” kata Teddy pada Minggu, 21 September 2025.

Urutan pidato Presiden Prabowo akan berada di posisi ketiga, setelah Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, dan Presiden AS, Donald Trump. Publik menanti tema yang akan diangkat Presiden Prabowo, termasuk kemungkinan isu kemerdekaan Palestina yang kerap disuarakan Indonesia di forum internasional.

Sejarah panjang peran Indonesia di PBB, sejak era Presiden Soekarno hingga kini, menjadi konteks penting bagi pidato Presiden Prabowo. Pidato-pidato presiden sebelumnya di PBB mencerminkan evolusi diplomasi Indonesia di kancah global.

Presiden Soekarno, pada 30 September 1960, menyampaikan pidato bertajuk “To Build the World Anew” atau “Membangun Dunia Kembali”. Pidato tersebut menentang imperialisme dan kolonialisme, menawarkan Pancasila sebagai ideologi alternatif. Pidato bersejarah ini bahkan ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World pada 2023.

Presiden Soeharto dua kali berpidato di Sidang Umum PBB, pada 24 September 1992 dan Oktober 1995. Pada 1992, ia menyampaikan “Pesan Jakarta” mewakili 108 negara anggota Gerakan Non-Blok. Tiga tahun kemudian, ia menekankan komitmen Indonesia pada kerja sama internasional dalam peringatan 50 tahun berdirinya PBB.

Presiden Megawati Soekarnoputri juga dua kali berpidato di PBB, pada 2001 dan 2003. Dalam pidatonya, ia mendorong reformasi mendasar di PBB agar lebih efektif dan relevan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tercatat enam kali berpidato di PBB selama masa pemerintahannya (2004-2014). SBY menonjolkan kontribusi Indonesia bagi perdamaian internasional, diplomasi multilateral, dan isu perubahan iklim serta pembangunan berkelanjutan.

Kini, pidato Presiden Prabowo Subianto diharapkan akan menambah babak baru dalam tradisi diplomasi Indonesia di PBB. Publik menantikan apakah Presiden Prabowo akan mengangkat isu-isu klasik atau menghadirkan visi baru Indonesia dalam menghadapi tantangan geopolitik global. Pidato tersebut akan memperkaya jejak panjang diplomasi Indonesia di forum internasional sejak era Presiden Soekarno.

Tinggalkan komentar