Keracunan Massal KBB: 364 Siswa Tumbang, Rahasia di Baliknya?

Ratusan siswa di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mendadak jatuh sakit. Dugaan sementara, mereka keracunan setelah menyantap makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kejadian ini menyita perhatian publik dan menimbulkan kekhawatiran.

Gejala yang dialami beragam, mulai dari mual dan pusing hingga muntah-muntah. Kondisi ini muncul beberapa jam setelah siswa makan siang. Sekolah yang semula ramai, berubah menjadi panik saat siswa dilarikan ke puskesmas, rumah sakit, bahkan posko darurat.

Awalnya hanya belasan siswa yang sakit. Namun, dalam hitungan jam, jumlahnya membengkak hingga ratusan. Petugas medis kewalahan menangani pasien, sementara orang tua cemas melihat anak-anak mereka terbaring lemah. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, merespons cepat kejadian ini dengan rencana evaluasi menyeluruh program MBG di KBB.

“Ya kita gini deh, saya minggu depan mengundang kepala MBG yang membidangi di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi secara paripurna,” kata Dedi kepada awak media di Bandung, Selasa, 23 September 2025. Ia menegaskan evaluasi dilakukan terbuka untuk mencegah terulangnya kejadian serupa. “(Hal ini) secara terbuka agar berbagai problem yang terjadi, keracunan siswa tidak terulang lagi,” imbuhnya.

Kronologi kejadian berawal Senin, 22 September 2025, ketika 15 siswa dilaporkan sakit setelah makan siang program MBG. Jumlah korban meningkat drastis. Malam harinya, tercatat 352 korban dari berbagai jenjang pendidikan, dari SD hingga SMK.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyatakan korban terus berdatangan hingga Selasa dini hari. “Kami imbau masyarakat tetap tenang. Saat ini tim kesehatan fokus pada penanganan korban, sementara aparat kepolisian akan membantu memastikan penyelidikan terkait penyebab dugaan keracunan ini,” ujar Hendra di Bandung, Selasa, 23 September 2025.

Bupati KBB, Jeje Ritchie Ismail, menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk mempercepat penanganan. Posko darurat didirikan di GOR Cipongkor, sementara siswa dirawat di berbagai fasilitas kesehatan.

“Jadi sekarang juga kita sudah menetapkannya sebagai statusnya KLB, kejadian luar biasa, supaya penangannya lebih cepat dan juga lebih menyeluruh,” ungkap Jeje kepada awak media di Cipongkor, Senin, 22 September 2025. Ia menambahkan bahwa gejala yang dialami siswa seragam: mual, muntah, dan pusing. Hingga Selasa pagi, jumlah korban meningkat menjadi 364 siswa, meski sebagian besar telah kembali pulih. “Tadi ada sekitar 225 yang sudah dipulangkan. Jadi semoga semuanya bisa cepat pulih,” ujarnya.

Di tingkat provinsi, Gubernur Dedi Mulyadi menekankan perlunya evaluasi serius. Ia menyoroti kemungkinan makanan MBG basi karena terlalu lama disimpan.

“Waktunya sudah terlalu lama, antara dimasak dan dimakan, dan itu harus menjadi bahan evaluasi,” jelas Dedi. Ia meminta penyesuaian jam masak agar makanan tetap segar saat disajikan.

“Jadi jangan masaknya terlalu sore atau malam, kalau bisa agak mepet ke pagi agar nasi dan makanannya disajikan masih dalam keadaan fresh,” saran Dedi. Meskipun belum memutuskan penghentian sementara dapur MBG, evaluasi menyeluruh akan segera dilakukan bersama penyelenggara. Publik menantikan hasil evaluasi tersebut sebagai jaminan agar tragedi serupa tidak terulang.

Tinggalkan komentar