Demo Nepal: Ketimpangan 10% Orang Kaya Guncang Negeri

Demo Nepal Ketimpangan 10 Orang Kaya Guncang Negeri

Kerusuhan besar meletus di Kathmandu, Nepal, pada Rabu (10/9/2025), menyusul demonstrasi besar-besaran yang dipimpin generasi muda. Aksi ini merupakan puncak kekecewaan publik terhadap pemerintah yang dinilai gagal mengatasi korupsi dan kesenjangan sosial ekonomi yang semakin lebar.

Amuk massa tak hanya menyasar Gedung Parlemen, tetapi juga kediaman mantan Perdana Menteri Sharma Oli, yang dibakar hingga akhirnya ia menyatakan pengunduran dirinya pada Selasa (9/9/2025). Kantor kepresidenan pun ikut menjadi sasaran kemarahan warga. Demonstrasi awalnya dipicu oleh pemblokiran media sosial, namun cepat meluas menjadi protes besar-besaran terhadap ketimpangan yang mencengkeram Nepal.

Satu dari lima warga Nepal hidup dalam kemiskinan, demikian laporan Reuters pada 10 September 2025. Lebih dari 20 persen dari total populasi 30 juta jiwa kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Situasi ini diperparah oleh kesenjangan ekonomi yang tajam. Bank Dunia mencatat, 10 persen penduduk terkaya memiliki penghasilan lebih dari tiga kali lipat dibandingkan 40 persen penduduk termiskin.

Kondisi ini sangat memberatkan generasi muda. Tingkat pengangguran di kalangan usia 15-24 tahun mencapai 22 persen (data Bank Dunia 2022-2023). Banyak lulusan pendidikan kesulitan mendapatkan pekerjaan layak. Laporan Bank Dunia menyatakan, “Mengingat tingkat pekerjaan yang rendah ini, seorang anak yang lahir hari ini di Nepal diperkirakan hanya akan mencapai 18 persen dari potensi produktivitasnya.”

Terbatasnya lapangan kerja, dominasi sektor informal, dan rendahnya partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja semakin memperburuk situasi. Hal ini menghambat pembangunan sumber daya manusia yang produktif di Nepal.

Meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) riil Nepal tumbuh 4,9 persen pada semester I 2025, peningkatan ini sebagian besar ditopang oleh sektor pertanian dan industri. Bank Dunia mencatat perlambatan di sektor jasa, menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.

Ironisnya, di balik pertumbuhan ekonomi tersebut, sektor keuangan justru menghadapi masalah serius. “Rasio pinjaman bermasalah (NPL) meningkat hingga 4,9 persen pada pertengahan 2025, rekor tertinggi dalam sejarah Nepal,” tulis laporan Bank Dunia. Kenaikan NPL ini menunjukkan kondisi ekonomi yang rapuh dan semakin memperparah kondisi sosial.

Situasi ini menggambarkan ironi: pertumbuhan ekonomi yang tidak dinikmati seluruh lapisan masyarakat. Lebih dari 30 juta rakyat Nepal masih hidup dalam kemiskinan, sementara segelintir orang kaya menikmati kemewahan yang jauh melampaui kemampuan ekonomi mayoritas penduduk. Kerusuhan yang terjadi menjadi cerminan dari ketimpangan yang sangat mengkhawatirkan ini.

Dapatkan Berita Terupdate dari CNews.id di: